Rukyatul Hilal |
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Awal Ramadhan 1433 Hijriyah tahun 2012 berpotensi kembali terjadi perbedaan di antara ormas-ormas Islam. "Karena ada yang memang ingin berbeda," kata pakar astronomi
dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Prof Dr Thomas
Djamaluddin.
"Pada saat magrib 19 Juli, hilal (bulan) sudah di atas ufuk namun
ketinggian hilal kurang dari dua derajat. Kondisi ini membuka peluang terhadap
perbedaan," kata Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan
Lapan itu di Jakarta, Jumat (6/7).
Pada saat maghrib tanggal 19 Juli di Indonesia, bulan sudah di atas ufuk, karena
itu sebagian muslim yang masih menggunakan kriteria wujudul hilal akan mulai
bersahur malam itu dan berpuasa mulai 20 Juli 2012, ujarnya menunjuk
Muhammadiyah.
Namun secara umum pada magrib 19 Juli tersebut, di Indonesia ketinggian hilal
adalah kurang dari 2 derajat, sehingga kemungkinan terlihatnya hilal adalah
mustahil.
Dengan demikian, umat muslim yang mengamalkan hisab imkan rukyat atau yang
menggunakan rukyat (mengamati bulan), akan memulai berpuasa pada 21 Juli 2012.
Pemerintah, Nahdlatul Ulama dan berbagai ormas lainnya biasanya mengambil
posisi ini.
Ilmuwan yang juga anggota Badan Hisab Rukyat, Kementerian Agama itu
menyayangkan, Muhammadiyah terus membela kriteria Wujudul Hilal yang sudah
usang. Kriteria itu, ujarnya, justru melemahkan sikap kritis internalnya akan
bid'ah yang berdampak pada perbedaan penentuan Ramadhan.
"Bid'ah adalah praktek yang terkait dengan ibadah yang tidak ada dasar
hukumnya. Banyak yang tidak sadar akan bid'ah wujudul hilal yang mengabaikan
rukyat, kriteria ini tidak punya pijakan dalil yang mendukungnya. Dengan
demikian wujudul hilal menjadi bid'ah yang nyata, yang biasanya ditolak oleh
Muhammadiyah," katanya.
Saat ini garis tanggal qamariyah dibuat berdasarkan kriteria yang ditetapkan
dan mudah dibuat dengan menggunakan perangkat lunak astronomi. Perangkat
lunaknya pun sudah banyak tersedia, bahkan yang bisa diunduh secara gratis.
"Jadi hisab bukan lagi hal yang rumit, baik untuk menghitung masa lalu
maupun masa yang akan datang. Jadi masalahnya adalah menafsirkan garis tanggal
itu dan memilih kriteria yang kita gunakan. Karena itulah kriteria seharusnya
ditentukan berdasarkan kesepakatan, karena tawaran kriteria astronomi juga
beragam," katanya.
Menurut dia keputusan hisab Muhammadiyah keliru dan lebih mementingkan hak
untuk berbeda dan mengabaikan kewajiban umat untuk bersatu.
Sementara itu, awal Syawal 1433 H (Idul Fitri 2012) akan seragam yakni jatuh
pada 19 Agustus 2012, karena pada saat maghrib 17 Agustus di seluruh wilayah
Indonesia bulan masih di bawah ufuk atau belum wujud, ujarnya.
"Dengan rukyat pun tidak mungkin ada kesaksian hilal. Artinya, 18 Agustus
merupakan hari terakhir Ramadhan. Sementara pada saat maghrib 18 Agustus, bulan
sudah cukup tinggi untuk bisa dirukyat, jadi keduanya tak berbeda," katanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar