Rasulullah SAW. berpesan, bahwa nanti pada akhir
zaman akan muncul kelompok anak-anak muda yang menamakan dirinya "Khoiril
Bariyah (Kami adalah kelompok yang paling benar)" tetapi iman mereka hanya
sampai tenggorokan (tidak sampai di hati). Jangan Engkau hadapi mereka dengan dalil-dalil Qur'an. Karena mereka
ahli dalam dalil qur'an. Pesan Rasulullah: "Hadapilah mereka dengan
Sunnah-Ku".
Semua orang Islam menyatakan diri sebagai
Ahlussunnah, tapi kebanyakan bukan menilai berdasarkan hujjah tetapi lebih kepada
siapa yang menyampaikan. kalau yang menyampaikan golongan mereka maka mereka
tidak perlu lagi melihat apa benar atau salah.
Bukankan dalil "...Sataftariku 'ala Ummaty
.... Wahiyal Jama'ah", umatku akan pecah menjadi 73 golongan dan hanya 1
yang selamat dan dia adalah Ahlussunnah Waljamaah, padahal Jamaah yang dimaksud
khalifah Umar adalah La Islama illa bil jamaah wala jamaata illa bil Imaroh
wala imarota illa bith thoat.
A. NAMA AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH
Ahlus Sunnah wal Jama’ah ialah makna istilah dari
Ahlus Sunnah dan Ahlul Jama’ah.
Adapun maksud dari Ahlus Sunnah : ialah
Orang-orang Islam yang di dalam tauhidnya mengikuti Madzhab Imam Abul Hasan
al-Asy’ari ( 260 H – 330 H ) atau Madzhab Imam Abu Mansur al Maturidi as
Samarqandi (wafat 332 H).
Sedangkan Ahlul Jama’ah : ialah orang-orang Islam
yang di dalam Fiqh-nya mengikuti salah satu dari madzhab Imam empat yaitu :
1. Imam Abu Hanifah (80 H – 158 H) : Hanafi
2. Imam Malik bin
Anas (93 H – 179 H) : Maliki
3. Imam Muhammad bin Idris bin Syafi’i (150 H – 204 H) : Syafi’i
4. Imam Ahmad bin Hanbal (167 H – 241 H) : Hambali
3. Imam Muhammad bin Idris bin Syafi’i (150 H – 204 H) : Syafi’i
4. Imam Ahmad bin Hanbal (167 H – 241 H) : Hambali
1. AHLUS SUNNAH
Syaikh Ahmad Amin berkata : “ Bahwa ulama ahlus
sunnah, dari madzhab As ‘ariyyah dan madzhab Maturidiyyah, semuanya berkata
bahwa mereka tidak membawa barang (ajaran) baru di dalam madzhab mereka. Mereka
hanyalah mengikuti madzhab salaf, yaitu madzhab para sahabat dan tabi’in ” .
Keterangan : Madzhab salaf / madzhab para sahabat
dab tabi’in yang dimaksud di sini adalah madzhab dalam aqidah bukan fiqih,
karena madzhab dalam bidang fiqih pada waktu itu belum ada.
2. WAL JAMA'AH :
2. WAL JAMA'AH :
Yang mengikuti golongan mayoritas / Jumhur.
“ Bahwa Ibnu Majah menceritakan hadist yang
sanadnya dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah SAW bersabda : Umatku takkan
berkumpul (bersepakat) atas perbuatan sesat, apabila kalian melihat perpecahan
maka masuklah ke dalam golongan terbesar ” .
Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari berkata :
“ Oleh karena sebelas madzhab yang haq (memenuhi
syarat) telah punah (karena tidak dibukukan dan tidak dilestarikan oleh
murid-murid mereka selain madzhab yang empat), maka mengikuti salah satu dari
madzhab yang empat itu berarti mengikuti golongan terbesar dan keluar dari
empat madzhab itu berarti keluar dari golongan terbesar “.
Syaikh Abdullah Ba Alwi al-Haddad berkata :
“ Dan Rasulullah ‘alaihissalatu wassalam
memerintahkan manakala ada perpecahan, agar tetap pada hitam-hitaman yang besar
yaitu jumhur dan golongan terbanyak dari kaum Muslimin. Dan “Alhamdulillah”
bahwa Ahlus Sunnah senantiasa tidak berubah sejak masa awal hingga masa kini
adalah golongan terbesar, dan sah bahwa mereka adalah sebagai kelompok yang
selamat “.
SEJARAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
SEJARAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
Ahlus Sunnah lahir pada masa Daulah Abbasiyah,
dan karena ulah tiga khalifah
A. DAULAH ABBASIYAH (132 H – 656 H)
Daulah Abbasiyah berdiri setelah Daulah Muawiyyah
runtuh, kemudian Abdullah bin Muhammad bin Abdillah bin al Abbas (as Saffah)
bertahta sebagai khalifah yang pertama. Pada waktu itu, wilayah kekuasaan Islam
meliputi satu Jazirah Arab dan tiga belas iqlim (Negara) lainnya, dan pusat
pemerintahannya di Anbar, kemudian dipindah ke Baghdad setelah selasai dibangun
oleh Ja’far Al-Mansur (Khalifah kedua). Baghdad dibangun secara besar-besaran
sehingga menjadi kota yang terbesar, terindah dan termaju di seluruh dunia dan
berbagai ilmu tumbuh dan berkembang di sana.
Selama 523 tahun Daulah Abbasiyah diperintah oleh 37
Khalifah, dan 4 Khalifah diantaranya Khalifah ke 7, 8, 9, 10 yang mempunyai
sejarah amat menyentuh serta berkaitan dengan sejarah Ahlus Sunnah Wal Jama;ah.
Maka ke-4 Khalifah itu sajalah yang akan kita sebut (kaji) dalam sejarah Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah, yaitu sebagai berikut :
1. Khalifah ke-7 :
Ma’mun bin Harun ar Rasyid2. Khalifah ke-8 : Mu’tashim bin Harun ar Rasyid
3. Khalifah ke-9 : Watsiq bin Mu’tashim bin Harun
4. Khalifah ke-10 : Mutawakkil bin Mu’tashim
Ahlu Sunnah masa Daulah Abbasiyah akan dibahas tersendiri.
Sebenarnya sistem pemahaman Islam menurut
Ahlussunnah wal Jama’ah hanya merupakan kelangsungan desain yang dilakukan
sejak zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur-rasyidin. Namun sistem ini kemudian
menonjol setelah lahirnya madzhab Mu’tazilah pada abad ke II H.
Seorang Ulama’ besar bernama Al-Imam Al-Bashry
dari golongan At-Tabi’in di Bashrah mempunyai sebuah majlis ta’lim, tempat
mengembangkan dan memancarkan ilmu Islam. Beliau wafat tahun 110 H. Diantara murid
beliau, bernama Washil bin Atha’. Ia adalah salah seorang murid yang pandai dan
fasih dalam bahasa Arab.
Pada suatu ketika timbul masalah antara guru dan
murid, tentang seorang mu’min yang melakukan dosa besar. Pertanyaan yang
diajukannya, apakah dia masih tetap mu’min atau tidak? Jawaban Al-Imam Hasan
Al-Bashry, “Dia tetap mu’min selama ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
tetapi dia fasik dengan perbuatan maksiatnya.” Keterangan ini berdasarkan
Al-Qur’an dan Al-Hadits karena Al-Imam Hasan Al-Bashry mempergunakan dalil akal
tetapi lebih mengutamakan dalil Qur’an dan Hadits.
Dalil yang dimaksud, sebagai berikut;
Pertama, dalam surat An-Nisa’: 48;
اِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُاَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُمَادُوْنَ
ذلِكَ ِلمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِافْتَرَى اِثْمًاعَظِيْمًا. -
النساء : 48
“Sesungguhnya Allah
tidak akan mengampuni dosa seseorang yang berbuat syirik, tetapi Allah
mengampuni dosa selian itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa
yang mempersekutukan Tuhan ia telah membuat dosa yang sangat besar.”
Kedua, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
عَنْ اَبِى ذَرٍ رَضِىَاللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلىَاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتِانِى اتٍ مِنْ رَبىِ فَأَخْبَرَنِى اَنَّهُ
مَنْ مَاتَ مِنْ اُمَّتِى لاَيُشْرِكُ بِاللهِ دَخَلَ اْلجَنَّةَ. قُلْتُ: وَاِنْ زَنىَ
وَاِنْ شَرَقَ. قَالَ وَاِنْ زَنىَ وَاِنْ سَرَقَ رواه البخارى ومسلم.
“Dari shahabat Abu
Dzarrin berkata; Rasulullah SAW bersabda: Datang kepadaku pesuruh Allah
menyampaikan kepadamu. Barang siapa yang mati dari umatku sedang ia tidak
mempersekutukan Allah maka ia akan masuk surga, lalu saya (Abu Dzarrin)
berkata; walaupun ia pernah berzina dan mencuri ? berkata (Rasul) : meskipun ia
telah berzina dan mencuri.” (Diriwayatkan Bukhari dan Muslim).
فَيَقُوْلُ وَعِزَّتِى وَجَللاَ لِى وَكِبْرِيَانِى
وَعَظَمَتِى لأَُخْرِجَنَّ مِنْهَا مَنْ قَالَ لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ. رواه البخارى.
“Allah berfirman:
Demi kegagahanku dan kebesaranku dan demi ketinggian serta keagunganku, benar
akan aku keluarkan dari neraka orang yang mengucapkan; Tiada Tuhan selain
Allah.”
Tetapi, jawaban gurunya tersebut, ditanggapi
berbeda oleh muridnya, Washil bin Atha’. Menurut Washil, orang mu’min yang
melakukan dosa besar itu sudah bukan mu’min lagi. Sebab menurut pandangannya,
“bagaimana mungkin, seorang mu’min melakukan dosa besar? Jika melakukan dosa
besar, berarti iman yang ada padanya itu iman dusta.”
Kemudian, dalam perkembangan berikutnya, sang
murid tersebut dikucilkan oleh gurunya. Hingga ke pojok masjid dan dipisah dari
jama’ahnya. Karena peristiwa demikian itu Washil disebut mu’tazilah, yakni
orang yang diasingkan. Adapun beberapa teman yang bergabung bersama Washil bin
Atha’, antara lain bernama Amr bin Ubaid.
Selanjutnya, mereka memproklamirkan kelompoknya
dengan sebutan Mu’tazilah. Kelompok ini, ternyata dalam cara berfikirnya, juga
dipengaruhi oleh ilmu dan falsafat Yunani. Sehingga, terkadang mereka terlalu
berani menafsirkan Al-Qur’an sejalan dengan akalnya. Kelompok semacam ini,
dalam sejarahnya terpecah menjadi golongan-golongan yang tidak terhitung karena
tiap-tiap mereka mempunyai pandangan sendiri-sendiri. Bahkan, diantara mereka
ada yang terlalu ekstrim, berani menolak Al-Qur’an dan Assunnah, bila
bertentangan dengan pertimabangan akalnya.
Semenjak itulah maka para ulama’ yang mengutamakan
dalil al-Qur’an dan Hadits namun tetap menghargai akal pikiran mulai
memasyarakatkan cara dan sistem mereka di dalam memahami agama. Kelompok ini
kemudian disebut kelompok Ahlussunnah wal Jama’ah. Sebenarnya pola pemikiran
model terakhir ini hanya merupakan kelangsungan dari sistem pemahaman agama
yang telah berlaku semenjak Rasulullah SAW dan para shahabatnya.
*) Endarka Hana adalah Staf Edukatif Mapel Tarikh SMP Islam Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar