Oleh : M. Nasirul Haq
Mahasiswa S1 Fakultas Syariah, Imam Shafie College
Hadhramaut - Yaman.
Pada acara Muktamar Muhammadiyah di Makasar terjadi keanehan
yang membuat kita Isykal (penuh tanda tanya). Pasalnya mereka memperdebatkan MC
yang mengucapkan lafadz "SAYYIDINA MUHAMMAD", bahkan beberapa tokoh
saat diwawancarai jawabannya kurang memuaskan, nampaknya mereka tidak terbiasa
mengucapkan penghormatan pada Kanjeng Nabi.
Saya ingin menjelaskan kebolehan mengucapkan lafadz
"Sayyidina" pada Nabi Muhammad SAW, berikut selengkapnya :
Pertama kita harus tau apa arti kalimat Sayyid, dijelaskan
dalam kitab "Ghoytsus Sahabah" karya Sayyidi Syeikh Muhammad
Ba'atiyah hal. 39, dijelaskan bahwa:
"Kata Sayyid jika dimaknai secara mutlak, maka yang
dimaksud adalah Allah. Akan tetapi jika dikehendaki makna lain maka bisa
bermakna:
1. Orang yang diikuti di kaumnya.
2. Orang yang banyak pengikutnya.
3. Orang yang mulia di antara relasinya."
Sementara pada hal. 37 disebutkan:
"Orang yang memimpin selainnya dengan berbagai kegiatan
dan menunjukkan tinggi pangkatnya". Sedangkan di dalam Kitab
"Ghoyatul Muna" hal. 32, Sayyidi Syeikh Muhammad Ba'atiyah
menyebutkan: "Sayyid ialah orang yang memimpin kaumnya / banyak
pengikutnya."
Dan masih banyak lagi makna lainnya, dari sini kita mulai
bisa mengerti makna beberapa Hadits yang ada lafadz Sayyid, misalnya:
-ﺍﻧﻬﻤﺎ
ﺳﻴﺪﺍ ﺷﺒﺎﺏ ﺍﻫﻞ ﺍﻟﺠﻨﺔ
"Hasan dan Husein adalah pemimpin pemuda Ahli
Surga"
-ﺍﻧﺎ ﺳﻴﺪ ﻭﻟﺪ ﺍﺩﻡ
ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻭﻻ ﻓﺨﺮ
"Aku adalah pemimpin anak adam pada hari kiamat"
-ﺍﻧﺎ ﺳﻴﺪ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ
"Aku adalah pemimpin alam"
-ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ ; ﻗﻮﻣﻮﺍ ﺍﻟﻰ ﺳﻴﺪﻛﻢ
Pada hadits ini Khottobi berkomentar tidak apa-apa
mengatakan Sayyid untuk memuliakan seseorang, akan tetapi makruh jika dikatakan
pada orang tercela.
Sementara dalam Kitab Al-Adzkar karya Imam An-Nawawi dalam
catatan kaki halaman 4 nomer 2, dikatakan bahwa: "Memutlakkan kata Sayyid
pada selain Allah itu boleh".
Dalam kitab Roddul Mukhtar diterangkan: "Disunnahkan
mengucapkan Sayyid karna Ziyadah Ikhbar Waqi' itu menunjukkan tatakrama dan itu
lebih baik dari meninggalkannya".
Lalu selanjutnya jika mereka para Muktamirin bertendensi
dengan dua hadits yaitu:
1. ﻻ ﺗﺴﻴﺪﻭﻧﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ
2. ﺍﻧﻤﺎ
ﺍﻟﺴﻴﺪ ﺍﻟﻠﻪ
Maka saya akan menjawab dari kitab "Ghoyatul Muna"
karya Sayyidi Syeikh Muhammad Ba'atiyah dijelaskan pada hal. 32:
"Adapun hadits yang mengatakan "Jangan kau
men-sayyid-kan aku dalam Shalat", Hadits ini adalah Hadits yang tidak sah
matan dan sanadnya, adapun matannya gugur menurut Ahli Hadits, sementara
matannya lafadz
ﺗﺴﻴﺪﻧﻲ
itu tidak benar secara Nahwu karena yang benar lafadznya ﻻ
ﺗﺴﻮﺩﻭﻧﻲ
sedangkan Rasulullah SAW adalah paling fasihnya orang orang Arab."
Sementara dalam Kitab "Maqosid Hasanah" hal. 463
dikatakan:
"Hadits ini merupakan Hadits Maudlu' (palsu), itu
tanggapan Al-Hafidz As-Sakhowi bahwa hadits ini tidak ada asal usulnya. Dan
salah dalam lafadznya."
Sementara Hadits yang kedua akan saya jawab dari kitab
"Zadul Labib" karya Sayyidi Syeikh Muhammad Ba'atiyah juz. 1 hal. 9:
"Adapun Hadits yang diriwayatkan dari Abu Dawud dan
Ahmad dari Hadits Nabi SAW ﺍﻧﻤﺎ
ﺍﻟﺴﻴﺪ ﺍﻟﻠﻪ yang dimaksud Siyadah
disini adalah Siyadah secara mutlak, maka fahamilah dan diteliti betul".
Jika anda masih mempertanyakan mengapa dalam Shalawat
Ibrahimiyah pada Tahiyyat ditambah Sayyidina dan pada Tasyahhud tidak ada
Sayyidina?
Saya jawab: Mengatakan Sayyidina ini bertujuan memuliakan
beliau. Dan perlu diingat memuliakan dan tatakrama itu lebih baik dari pada mengikuti
perintah seperti Sayyidina Ali yang enggan menghapus kalimat "Rasulullah"
dan berkata: "Aku tak akan menghapusmu selamanya".
Pada saat itu Rasulullah tidak menyalahkan Sayyidina Ali.
Begitu juga Hadits Dlohhak dati Ibnu Abbas, bahwa dulu orang menyebut "Ya Muhammad",
"Ya Abal Qosim", lalu Allah melarang demi memuliakan beliau.
Sementara jika yang anda permasalahkan dari ayatالله الصمد ; اي
بمعنى
سيد
maka jawaban saya dari Kitab "Ibanatul Ahkam" juz 1 hal. 346:
"Bahwa kalimat Sayyid itu memiliki dua makna: Yang
pertama tiada satupun yang mengungguli, dialah yang dituju manusia dalam segala
hajat dan keinginan mereka.Sementara makna kedua yaitu yg tidak memiliki
pencernaan yang mana ia tidak makan dan tidak minum".
Sementara dalam Syahadat, Ulama dalam memberikan
penghormatan beragam dan jika tidak ada kata Sayyid-nya pastilah ada kata
pujian lain pada kata sebelum dan sesudahnya, itu terbukti setelah kata
Muhammad dalam Syahadat ada kata pemuluaannya yaitu gelar "Utusan
Allah", disanding dengan lafadz Allah yang sekaligus pencipta alam
semesta. Bukankah Allah tidak akan menyandingkan namanya kecuali dengan
kekasihnya?
Dalam Kaidah Fiqih sangat mashur sekali "مراعة الأدب خير
من الإتباع".
"Menjaga tatakrama lebih utama dari ittiba'
(melaksanakan perintah)".
Sekian dari kami dan kami mohon maaf sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar